"Puncak hanyalah tujuan semu, tujuan sebenarnya adalah kembali ke rumah dengan selamat"
Selepas UTS (ujian tidak serius) (ujian tengah semester), saya bersama kelima teman memutuskan untuk muncak. Gara-garanya kami gagal berangkat camping bersama calon keluarga baru, hingga akhirnya kami memutuskan untuk pergi camping sendiri. Rencana fix baru diputuskan Kamis sore, sedangkan kami berangkat Jum'at siang. Jadilah persiapan dilakukan agak keteteran. Dari mulai cari tenda, matras, carrier, nesting, dan perlengkapan standar muncak lainnya. Untungnya kami punya Niken, anak siklus. Jadilah semua perlengkapan nebeng siklus. Cuma matras aja yang sewa di Puncak Jaya, deket terminal Bratang.
Setelah belanja makanan dan menyiapkan perlengkapan, kami berkumpul di rumah Allan dulu sebelum berangkan ke trawas. Kami berangkat berlima dengan komposisi 3 cowok dan 2 cewek. Hanya satu orang yang bawa carrier, sedangkan keempat lainnya bawa daypack isi perlengkapan pribadi. Tepat bada ashar kami on the way ke Trawas untuk menuju gerbang pendakian Penanggungan via Jolotundo.
Sekitar pukul 05.00 sore kami sampai di Jolotundo. Setelah regristrasi parkir motor dan membayar tiket masuk pendakian Rp. 8.000,- per orang, dimulailah perjalanan kami ke Puncak Pawitra, Gunung Penanggungan 1653 mdpl. Perjalan awal menyenangkan! Karena jalur trekking lumayan datar dan ditambah dengan tenaga yang masih full. Matahari perlahan turun, kami bersiap memakai headlamp untuk menerangi jalur pendakian. Estimasi sampai puncak bayangan kira-kira pukul 10 malam.
Entah ada apa dengan saya. Saya selalu saja kena masuk angin setiap naik gunung. Jadilah saya sempat istirahat lama gara-gara muntah-muntah di jalur pendakian. Tapi untung sakitnya nggak lama-lama, setelah minum tolak angin badan saya balik fit. Setelah masalah badan selesai, muncul lagi masalah baru. Masalahnya adalah jalur trekkingnya itu lho....... hell banget. Kami tertipu dengan label ketinggian yang (hanya) 1653 mdpl dan testimoni mantan-mantan pendaki Penanggungan.
"Trekkingnya bentar kok pik, cuma 3 jam"
"Jalur trekkingnya gak jauh-jauh dari Ijen kok pik.."
WOY! Gak jauh-jauh dari Ijen dari hongkong? Tanahnya lumpur lembek dan jalurnya nanjak banget, ditambah banyak banget batu-batu gede, serta minim petunjuk menuju puncak. Jalur pendakian ke puncak banyak banget percabangan. Hanya percabangan di awal-awal yang ada pentunjuk ke puncaknya. Selebihnya? Wallahualam :) ngikut feeling dan perasaan aja #ea #baper
Habis jalan sejaman, hujan turun. Hujannya gerimis-gerimis romantis gitu, tapi asli nyusahin. Kami memutuskan pake jas hujan demi menyelamatkan perlengkapan dan baju yang kami pakai. Masalah baru muncul lagi. Salah satu teman kami, Allan, urat betisnya ketarik. Jadilah dia gabisa jalan. Tiap jalan selangkah mringis-mringis kesakitan. Kitapun bingung kudu gimana. Udah dikasih conterpain tapi tetep aja gak ngaruh. Jadilah kami istirahat lebih sering dan membesarkan hati Allan dengan ngomong "Kita jalannya santai-santai aja kok, selow aja mau sampe puncak jamberapa" :)))))
Puncak bayangan Mt. Penanggungan |
Sesuai estimasi, kami sampai puncak bayangan jam 10 malam. Sampai atas kami langsung mendirikan tenda dan memasak makan malam. Sembari menunggu masakan matang, Fadly dan Allan tidur, saya sholat magrib+isya sedangkan Giga dan Niken menyiapkan nasi untuk makan malam.
Menu makan malam kami (hanya) nasi dan sarden kalengan. Tapi asli nikmat banget gak karu-karuan. Setelah makan kami langsung tidur. Setenda berlima tapi asli tidurnya nyenyak banget. Emang letak kenikmatan itu tergantung dari cara kita mensyukurinya kok.
Jam 1 malam Niken bangunin kami semua untuk summit. Dengan nyawa masih setengah dan asli males banget, saya kepaksa bangun juga. Kami cuma bawa 1 daypack berisi dompet, hp, dan barang-barang berharga lainnya. Semua baju dan perlengkapan kami tinggal di tenda. Estimasi sampe puncak kira-kira 2-3 jam. Lagi-lagi... jalur trekkingnya like hell. Eh engga ding, like hell banget. Jalurnya nanjak banget ditambah lumpur dan batu-batu. Belum lagi gatau kenapa banyak banget ulat bulu. Jadi kudu bener-bener waspada kalo mau pegangan. Jangan sampe salah bersandar #ea
Perjalanan menuju puncak kami lalui dengan santai. Pokonya tujuannya sampe puncak. Toh nggak ada deadline mau sampe jam berapa juga gak masalah. Tepat pukul 04.00 kami sampai Puncak Pawitra. Bisa dibilang kami sampe kepagian. Belum ada pendaki lain yang udah nyampe sana. Langit juga masih gelap. Udara juga makin didiemin makin dingin. Jadilah saya... tidur di puncak sambil nunggu sholat subuh.
Hingga akhirnya sunrise! Suhu dingin lama kelamaan ilang gara-gara kena sinar matahari. Sunrise-nya asli cantik banget. Subhanallah...
Gak mau kemaleman sampe Surabaya, akhirnya kami memutuskan untuk turun jam 06.00. Jalanan turun ternyata jauh lebih nyiksa daripada naiknya... saya berkali-kali jatoh kepeleset, merosot, jatuh duduk, kena batu dll. Gara-garanya sandal kami licin kena lumpur, batu-batunya pun berlumut. Jadilah sepanjang perjalanan harus bener-bener fokus. Sesuai estimasi kami sampe puncak bayangan lagi jam 08.30. Langsung masak! Laper sodara-sodara......
Setelah istirahat 1 jam, kami memutuskan untuk segera turun. Karena masih banyak tanggungan dan kewajiban yang harus segera kami selesaikan sesampainya di Surabaya. Jangan ditanya susahnya trekking sambil bawa tas dengan medan gak jauh beda sama summit ke puncak. Hari ini saya denger berita ada pendaki yang masuk jurang di Penanggungan. Alhamdulilah kami semua diberi kekuatan dan perlindungan oleh Yang Maha Kuasa sehingga kami bisa kembali di Surabaya dan menceritakan pengalaman berharga kami pada rekan-rekan yang lain. See you guys in another trip!
" Di gunung itu, setiap orang pasti bakal keluar karakternya yang asli. Yang suka nolong dia pasti nolong temennya, yang egois dia pasti jalan duluan, yang cengeng dia bakal nangis, yang mudah menyerah dia gak bakal sampe puncak. Jadi, sebelum nikah, ajak calon suamimu ke gunung, ya!"