Long short story, beberapa waktu belakangan ini Ayah sakit.
Bermula saat aku pulang ke rumah saat libur hari raya Idul Fitri kemarin, Ayah demam. Karena demamnya tak kunjung turun akhirnya dibawa ke rumah sakit dan dokter mendiagnosa bahwa Ayah terkena infeksi kandung kemih. Saat itu masih bulan Ramadhan. Ayah nggak mau nggak puasa sehingga minum obatnya kurang teratur dan pengobatannya pun kurang maksimal.
Bermula saat aku pulang ke rumah saat libur hari raya Idul Fitri kemarin, Ayah demam. Karena demamnya tak kunjung turun akhirnya dibawa ke rumah sakit dan dokter mendiagnosa bahwa Ayah terkena infeksi kandung kemih. Saat itu masih bulan Ramadhan. Ayah nggak mau nggak puasa sehingga minum obatnya kurang teratur dan pengobatannya pun kurang maksimal.
Beberapa hari kemudian Ibu maksa buat bawa Ayah ke rumah sakit lagi karena merasa tak ada perubahan signifikan. Tetap demam dan lemas. Oleh dokter Ayah diminta untuk tidak puasa sehingga minum obatnya bisa lebih teratur, dengan harapan kondisinya akan membaik.
Syukur alhamdulillah Ayah sehat dan kembali bisa beraktivitas seperti biasa. Kami merayakan Idul Fitri dengan dengan bahagia dan suka cita.
Tak lama setelah kembali ke perantauan, aku mendapat kabar bahwa Ayah rawat inap di rumah sakit.
Ternyata nggak lama setelah aku balik, Ayah demam lagi cukup tinggi. Hasil tes lab dan diagnosa dokter menyatakan bahwa Ayah mengidap infeksi kandung kemih dengan level yang cukup tinggi. Jika normalnya ada 11.000 bakteri yang bisa ditolelir oleh tubuh kita, di badan Ayah terdapat 25.000 bakteri. Pantes aja demamnya nggak turun-turun. Ayah dirawat lima hari di rumah sakit. Tak jarang Ayah harus sendirian di rumah sakit karena Ibu harus absen dulu di kantor dan mbak Amel lagi nggak bisa ijin.
Setelah keluar dari rumah sakit, kukira Ayah sudah sehat.
I was shock when I knew that my father inject 100ml insulin and take 4mg pill every day.
Aku tau Ayah pernah punya riwayat penyakit gula, but as long as I know my father has already healed. Ayah sangat disiplin saat tau gulanya lumayan tinggi di tahun 2013 lalu. Dari mulai takerin nasi yang masuk ke badan, sampe olah raga (yang menurutku) berlebihan.
Yang jadi pertanyaan buatku adalah, kenapa harus sampe suntik insulin sih? Toh gulanya Ayah nggak setinggi itu yang harus disembuhkan dengan injeksi insulin tiap malem. As long as I know suntik insulin biasanya buat orang-orang yang emang udah divonis DM (anaknya emang suka sok iye).
Hal-hal kaya gini yang sering jadi perdebatan tiada akhir antara aku dan Ayah. Ayah (menurutku) terlalu percaya sama dokter sedangkan anaknya enggak. Opsi periksa ke dokter lain sudah aku kemukakan teman-teman, but sometimes my father is as stubborn as I am.
Tapi Alhamdulillah sekarang Ayah sudah nggak suntik insulin lagi, gulanya sudah normal.
Perkara kandung kemih dan pra-DM berlalu, tiba-tiba beberapa hari yang lalu dapet kabar lain.
Ayah sakit lagi. Ada batu empedu sebesar 11 mm di saluran empedu Ayah.
Ibu instantly cried. Mbak Amel kontak aku dalam keadaan panik, akupun (for few moment) jadi ikutan panik juga.
(itulah kenapa imam harus laki-laki bro sis, karena jika wanita niscaya perasaan dulu yang jalan sebelum pikiran).
Sekarang Ayah menjalani pengobatan ketat untuk meluruhkan batu empedunya.
Mengambil opsi minum obat tiga bulan sebelum opsi operasi sebagai pilihan terakhir.
Obat herbal, sampe diet ketat lemak dan gula. Ayah sekarang seringnya makan nasi putih dan ikan kukus. Selain itu beliau pasti nggak mau.
Berat Ayah-pun turun drastis ke angka 51 kg.
Anak mana yang nggak sedih lihat orang tuanya sakit yekan?
Kadang aku sendiri yang suka ngebujuk dan nyaranin ayah buat cheating.
"Ndak papa yah sekali-kali makan gorengan"
"Udah nggak usah sepedaan ngoyo-ngoyo, nanti capek. Ayah sare aja"
Bukan karena mau Ayah sakit, tapi semata-mata karena nggak tega lihat Ayah terlalu disiplin ke dirinya sendiri.
Alhamdulillah Ayah nggak pernah tergoda sama bujukan dan rayuanku buat cheating lol.
Beliau sungguh disiplin dengan rencana pengobatannya. The do's and don'ts-nya.
Hingga kemudian aku berpikir kenapa nggak kita dukung aja?
Toh jauh lebih sulit ngerawat pasien yang tidak disiplin dibanding pasien yang disiplin yato?
Basically Ayah yang jauh lebih positif dibanding anak-anaknya.
Pernah beliau nge-WA bilang,
"Insyaallah ini takdir Allah. Allah yang memberi sakit dan Allah yang menyembuhkan. Nggak papa Nak, sakit mengurangi dosa-dosa kita".
Sampe sekarang Ibu nggak pernah cerita soal sakitnya Ayah ke aku atau adek-adek.
Typical. Mungkin kuatir anaknya jadi kepikiran. I maybe keep pretending that I'm clueless.
Mungkin pada akhirnya akan ada masa dimana kita membeli tiket tanpa melihat harga
Bukan karena banyak uang,
Tapi karena kita menyadari bahwa ada yang lebih penting dibandingkan nominal di rekening.
Semoga kita tak kehilangan kesempatan untuk berbakti.