Gratitude

Puncak Ciremai, Oktober 2017
Ada banyak cara Allah ngingetin hambanya yang secara nggak sadar, kadang suka keblinger.

Contohnya minggu kemarin saat aku diminta Manager untuk menghadiri undangan workshop salah satu vendor di bilangan Kuningan, Jakarta. Saat workshop, tidak sengaja aku duduk di satu meja yang sama dengan seorang Ibu dari salah satu BUMN lain.

Long short story, saat istirahat makan siang, beliau bercerita bahwa dulu ia bercita-cita untuk menjadi salah satu anggota TNI wanita. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, beliau berlatih fisik mati-matian. Dari mulai olah raga tenis, basket, lari, dsb.

Namun Allah berkehendak lain, setelah lulus SMA beliau didiagnosa mengidap kanker rahim. Tak ada opsi lain selain operasi. Dan untuk menghentikan persebaran sel kankernya, rahimnya pun diangkat.
Tidak selesai disitu, karena sel kanker yang sudah menyebar, berselang beberapa bulan kemudian diketahui bahwa terdapat kista dalam ovariumnya. Ditambah empedunya rusak, mungkin karena efek obat-obatan keras yang harus dikonsumsi selama masa penyembuhan. Harus dilakukan prosedur operasi untuk mengobati kista di ovarium dan mengangkat empedunya.
"Saya nggak pernah punya anak tapi perut saya penuh bekas luka kaya operasi caesar mbak hehehe"

Sadar dengan kondisi dirinya yang tidak mungkin bisa memiliki anak, beliau bertekad tidak akan menikah.
Namun keinginannya itu bertentangan dengan harapan Ibu dan Keluarganya yang merasa tidak sampai hati jika beliau terus menerus sendiri sepanjang hidupnya.
Memikirkan hal ini, Ibunya sampai sakit dan nggak sadar untuk beberapa hari.
Di tengah kondisi Ibunya yang seperti itu, beliau bernadzar. Jikalau Ibunya sadar, beliau akan menikah. Walaupun saat itu beliau masih belum tau akan menikah dengan siapa.

Atas izin Allah, Ibunya bangun dan sembuh.
Beliau senang sekali, tapi di sisi lain beliau harus memenuhi nadzarnya untuk menikah, yang menurutnya akan sulit menemukan orang yang bisa menerima kondisi beliau apa adanya.

Tidak lama setelah itu, beliau tidak sengaja bertemu dengan salah satu senior dulu jaman sekolah di dalam angkutan kota. Beliau bertanya pada senior itu apakah kira-kira dia mempunyai teman/kenalan yang belum menikah dan mau menerima kondisi beliau apa adanya. Saat itu umur beliau sudah lebih dari 30 tahun.

Tidak lama senior tersebut menghubungi beliau, mengatakan bahwa ada yang ingin berkenalan dan menjalin hubungan serius. Ternyata yang ingin bertemu adalah senior itu sendiri. Tidak lama kemudian mereka menikah.
"Saat memutuskan menikah, saya ikhlas banget mba kalo misal suami saya selingkuh atau main sama perempuan lain, toh saya juga nggak sempurna"
"Pas berhubungan pun mba, saya nggak ngerasa apa-apa, saya kasian sama suami saya"
"Alhamdulillah mba, suami saya baik banget dan setia sama saya. Dia nggak pernah selingkuh atau ada hubungan sama perempuan lain"

Kebersamaan beliau dengan suaminya tidak berlangsung lama karena suaminya meninggal di usia pernikahan kelima karena serangan jantung.

Kini beliau menyibukkan diri dengan mengurusi keponakan-keponakannya. 
Dari mulai mengantar sekolah, memastikan bahwa mereka sudah mandi, sudah makan, dan mengerjakan PR.

Beliau banyak berpesan kepada saya mengenai prinsip-prinsip yang harus dipegang selama menjalani kehidupan.
Tentang menjadi tegar menghadapi semua ujian dari Allah. Beliau menceritakan kisah hidupnya diselingi canda tawa dan tak berhenti mengucap Alhamdulillah sebagai bentuk rasa syukur masih diberi ujian.
"Tandanya Allah sayang aku mba hehehe"
Tentang porsi mencintai orang lain. Beliau berpesan jangan pernah mencintai orang dengan porsi 100% sebelum resmi menikah. Cintailah dia dengan maksimal 60% dirimu, sedangkan 40% sisanya gunakan untuk mencintai Allah, keluarga, dan diri sendiri.
Tentang  menerima takdir Allah dengan sepenuh hati.
"Kayaknya ini yang bikin saya belum mati sampe sekarang mba, karena saya yakin ada maksud baik kenapa Allah ngasih takdir ini ke saya"

"Sehat-sehat ya bu, semoga Ibu selalu dalam lindungan Allah", kataku padanya saat kami berpamitan di depan resepsionis gedung. Kupeluk dan kucium pipinya. Sungguh, Allah maha baik.