Geopark Kaldera Toba


Mengagumi keindahan Indonesia memang nggak akan ada habisnya. Selain memiliki padang edelweiss terluas se-Asia Tenggara, Indonesia juga memiliki danau vulkanik terbesar di dunia. Apalagi kalau bukan Danau Toba. Danau ini terbentuk karena letusan gunung berapi super masif, yang merupakan letusan eksplosif terbesar di bumi dalam kurun waktu dua puluh lima juta tahun terakhir. Selain berdampak pada turunnya suhu dunia, dahsyatnya letusan ini juga berdampak besar pada berkurangnya populasi manusia. Letusan ini menewaskan hampir 60% dari populasi penduduk dunia saat itu, yaitu sekitar enam puluh juta orang. Hingga kini, Gunung Toba masih tercatat sebagai gunung berapi yang aktif. Dibalik keindahannya, menyimpan kekuatan maha dahsyat yang sewaktu-waktu bisa memusnahkan umat manusia. Asli ngeri sih kalo baca sejarahnya. Sungguh bahwa manusia hanyalah anai-anai di alam semesta.

Di awal tahun 2019 ini, saya berkesempatan untuk mengunjungi Danau Toba yang terletak di Sumatera Utara. Untuk menuju tempat ini, dapat dijangkau salah satunya dengan menggunakan pesawat udara tujuan Bandara Internasional Silangit yang ada di Siborong-borong. Ada beberapa maskapai yang menyediakan direct flight (per Januari 2019, Batik Air dan Citilink) dari Jakarta atau transit ke Medan dulu.

Karena emang dasarnya aku adalah anak kampung, dari dulu kukira Danau Toba hanya seluas Telaga Sarangan yang ada di Magetan. Makanya pas ada musibah kapal Sinar Bangun yang tenggelam dan menewaskan ratusan penumpang tahun 2018 kemarin, aku wondering kok bisa banyak yang meninggal padahal danaunya segede Telaga Sarangan aja. Ternyata pas beneran kesini, gede banget euy gak boong. Pulau Samosir yang ada di tengah-tengah danau ini aja gak gitu jelas keliatan saking jauhnya jaraknya antara tepi danau dan Pulau Samosir-nya.

Buat menikmati keindahan Danau Toba, nggak harus dateng ke tepi danau atau nyebrang ke Pulau Samosir kok. Ada banyak spot yang disediakan untuk melihat keindahan Danau Toba dari atas. Karena untuk menjangkau Pulau Samosir makan waktu yang lumayan lama. Dermaganya jauh. Belum lagi waktu nyebrangnya butuh 1.5 jam perjalanan laut.

Itu yang di tengah Pulau Samosir






Salah satu spot yang "lumayan" deket dari bandara adalah Hutaginjang. Dengan perjalanan darat kurang lebih 20 menit dari Bandara Silangit (tanpa macet, kecepatan 80-100 km/jam), sampailah kita di Hutaginjang. Disini kita bisa melihat Danau Toba dan Pulau Samosir dari atas. Sayang baru sempet kesini jam lima sore, ditambah cuaca yang kurang mendukung, jadinya kurang jelas gitu pemandangannya ketutup kabut.

Fun fact first timer
  1. Nggak ada macet. Sepanjang perjalanan mostly naik turun gunung. Sopir-sopir disini udah handal banget sih. No wonder kenapa orang-orang sini jarang ada yang mabok kendaraan. Udah di-training oleh alam lol. Jadi ukuran perjalanan sejam disini itu udah jauh banget karna nggak ada macet dan bisa jalan 80-100 km/jam.
  2. Banyak banget makam di pinggir jalan. Baru tau kalo ternyata "pride" orang sini ditentukan dengan seberapa megah makam keluarga mereka. Jadilah banyak ditemukan bangunan gede macam tugu yang sebenernya adalah makam di pinggir jalan. Rumah nggakpapa sederhana, tapu makam harus mewah.
  3. Kamar mandi nggak ada kuncinya. Ini sebenernya nggak ada dasarnya cuma beneran deh, selama disini nggak pernah nemu kamar mandi yang bisa dikunci dengan baik dan benar. Even di kantor, hotel, dan di bandara pun, kamar mandinya nggak pernah bisa dikunci. Tanya kenapa.
  4. Buat yang muslim, susah cari makanan halal. Kalo di Jawa warung-warung di pinggir jalan biasanya jualan menu warteg, disini mostly jual makanan non-halal seperti babi, darah, anjing, dsb.
Tapi pengalaman pertama kesini berkesan banget sih. Orang sini kekeluargaannya kental banget. Ditambah logat bahasa yang jauh beda dengan saya, jadi bikin ada aja yang diketawain di setiap obrolan saya dengan orang-orang disana. Psst, tapi jangan kesini sering-sering. Mitosnya, kalo udah kesana tiga kali, nanti tiba-tiba muncul SK pindah kesana lol.