Masjid Raya Baiturrahman: Reflection and Appreciation


Bicara mengenai tsunami Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, pasti nggak bisa lepas dari Masjid Raya Baiturrahman. Masjid yang terletak di Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh ini menjadi salah satu saksi bisu peristiwa tsunami yang menerjang Banda Aceh 15 tahun yang lalu.

Tsunami yang menerjang Kota Banda Aceh saat itu diawali dengan peristiwa gempa bumi dengan kekuatan 9,1 magnitudo yang merupakan angka terbesar ketiga yang pernah tercatat dalam seismograf dengan durasi patahan terpanjang dalam sejarah (8.3-10 menit). Gempa ini menyebabkan planet bumi bergeser sepanjang 1 cm serta memicu gelombang tsunami dengan tinggi mencapai 30 meter hingga menewaskan 230.000-280.000 jiwa di 14 negara, dan menjadi bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Tidak hanya Indonesia yang terdampak bencana ini, ada pula Sri Lanka, India, hingga Thailand.

Masjid Baiturrahman saat tsunami. Sumber: dari sini.

Waktu kemarin ke Aceh, disempet-sempetin buat mampir ke Masjid Baiturrahman ini. Masjid ini remarkable banget sih menurutku. Nggak bisa bayangin gimana dashyatnya tsunami kemarin sampe cuma masjid ini yang masih berdiri. Disamping-samping masjid ini itu jalanan gede, banyak rumah, toko, sampe taman yang berarti dulu hancur lebur rata dengan tanah saat tsunami menerjang. It was devastating.

15 tahun berlalu, gimana kondisi Masjid Baiturrahman sekarang?
Masjid Baiturrahman saat ini masih berdiri kokoh di tengah kota Banda Aceh. Tentu telah dilakukan renovasi dan pemugaran sehingga masjid ini tetap bisa menjadi tempat beribadah masyarakat Aceh atau menjadi tujuan bagi pengunjung seperti saya yang ingin sedikit merefleksikan betapa dashyatnya bencana tsunami kala itu.

Masjid Baiturrahman kini memiliki lantai basement yang digunakan untuk tempat parkir kendaraan. Pelataran masjid ini kini dilengkapi 12 buah "payung" yang sama seperti payung yang ada di Masjid Nabawi, Madinah. Payung ini biasa dibuka saat siang hari, sehingga memberi keteduhan pada pengunjung atau jamaah yang mengunjungi masjid ini.

Jika ingin mengunjungi masjid ini, untuk jamaah perempuan harus menggunakan pakaian muslimah dan harus menggunakan rok. Kebetulan kemarin saya memakai jeans sehingga petugas yang menjaga loker sepatu mengingatkan saya untuk memakai mukenah saat hendak memasuki masjid. Fyi, tempat wudhu perempuan maupun laki-laki ada di lantai basement. Sebelum mengambil wudhu kita harus menitipkan sepatu kita di loker yang ada di dekat pintu masuk. Baru kemudian setelah wudhu kita bisa memasuki masjid dengan menggunakan tangga/eskalator yang tersedia.

Masyaallah, masjid ini keliatan indah banget. Apalagi kemarin saya kesana waktu magrib, langit senjanya bagus banget meskipun terlihat mendung di beberapa bagian. Gara-gara keasikan foto jadi ketinggalan jaamah satu rakaat haha! Jangan ditiru ya, sholat diutamakan, foto bisa nanti-nanti (tapi gak kebagian foto senja lol).



Mengunjungi masjid ini membuat saya sadar betapa besar kuasa Allah atas sesuatu. Jika Allah menghendaki, maka terjadilah. Allah juga yang menghendaki siapa yang selamat dan siapa yang tidak. Ada sekitar 138 orang berlari dan berlindung di masjid ini saat gelombang pertama tsunami datang. Saat gelombang kedua datang, jumlah orang selamat masih sama. Namun ketika gelombang ketiga datang, tiba-tiba air masuk entah dari mana sehingga menghanyutkan warga yang berlindung hingga tersisa sembilan orang, yang terdiri dari enam orang laki-laki, tiga orang perempuan, dan satu bayi berumur tiga bulan.

Sebagai orang beragama saya percaya bahwa maut sudah ditentukan oleh Allah yang Maha Kuasa. Kapan, dimana, dengan cara apa kita meninggalkan dunia tentu tidak ada satu orangpun yang bisa mengetahui. Tugas kita sebagai manusia adalah memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya serta beribadah dan berdoa agar kelak kita kembali padaNya dengan bahagia.

Ah Aceh, memang sulit melepaskan Aceh dari tsunami. Apalagi dengan banyaknya hal-hal yang tersisa dari kejadian itu. Sisa bangunan, saksi hidup, trauma, hingga rasa kehilangan atas orang-orang tercinta yang tidak mungkin dilupakan. Recovery is long journey indeed. And it doesn't matter how slowly we go as long as we don't stop.  Looking forward to see Aceh another time, ayam pramugari dan kopi solongnya bikin kangen!

No comments